Dinamika Kulturalisme Pesantren


BULETIN KRITIS OPINI : Ketika berbicara tentang tempat apa yang pantas untuk menimba ilmu dengan naungan Islamiah yang dapat terhitung kental, maka sebuah pemikiran tentang ‘’Pesantren’’ akan muncul sebagai acuan perbandingan dikalangan orang tua yang berkeinginan untuk menyantrikan anaknya di sebuah pondok pesantren.  Ada banyak alasan memang, mengapa para orang tua lebih memilih anaknya berada di pondok pesantren dari pada sekolah pada umumnya. Kebanyakan pandangan orang tua mengenai hal tersebut adalah bahwasanya pesantren merupakan tempat yang paling aman untuk anaknya menimba ilmu, selain didalamnya bernaungkan Islamiyah yang terhitung sangat kental, kebanyakan orang tua juga berfikir bahwa pesantren akan membantu banyak dalam membentuk budi pekerti ataupun akhlak yang dinilai baik untuk anak. Benar memang, setiap pesantren pasti memiliki ciri khas kultural yang didalamnya berisi didikan positif terhadap santri dalam upaya untuk membentuk karakter santri yang baik dan Islami. Namun apakah selalu demikian?
Belajar di pesantren memang sangat menyenangkan, itulah yang menjadi kesan bagi santri yang mengabdi di pondok pesantren. Menyenangkan bukan berarti dalam keseharian mereka selalu bermewah-mewah, dan bertindak sesuai yang ingin mereka lakukan, tidak. Menyenangkan ini jika kita melihat lebih dalam lagi tentang keseharian yang dilakukan oleh para santri, santri bukanlah mereka yang selalu dimanja dengan berbagai fasilitas yang ada di kesehariannya, santri adalah mereka yang diajarkan bagaimana cara hidup agar lebih mandiri dengan segala kesederhanaan yang ada. Santri adalah mereka yang mau saling membahu antara satu dengan yang lain untuk menanamkan sikap toleran antar sesama, disamping mengais ilmu Islamiyah yang diajarkan pada santri.
Ada sebagian pesantren yang memang didalamnya memprioritaskan Islam, yakni yang diajarkan pada santri adalah pembelajaran yang berbau Islam saja. Atau, kalau ada ilmu umum, maka itu diajarkan dalam porsi yang sangat sedikit. Umumnya, ilmu agama yang diajarkan meliputi Al-Quran, hadis, fikih, aqidah, akhlak, sejarah islam, faraidh (ilmu waris islam), ilmu falak, dan lain-lain. Semua materi pelajaran yang dikaji memakai buku berbahasa Arab yang umum disebut dengan kitab kuning, kitab gundul, kitab klasik atau kitab turots. Biasanya sistem belajar mengajarnya dimana santri membaca kitab yang dikaji didepan ustadz atau kyai, juga terkadang menggunakan sistem yang lain semisal, kyai membaca kitab yang dikaji sedang santri menyimak, mendengarkan dan memberi makna pada kitab tersebut. Adapun metode yang digunakan berupa metode klasikal yaitu metode sistem kelas yang tidak berbeda dengan sistem modern. Hanya saja bidang studi yang diajarkan mayoritas adalah keilmuan agama. Inilah yang disebut dengan pesantren salaf, yang merupakan bentuk asli dari lembaga pesantren. Secara literal kata salaf dalam istilah pesantren adalah kuno, klasik dan tradisional sebagai kebalikan dari pondok modern, kholaf atau ashriyah. Begitu pula pandangan orang mengenai pesantren salaf tak jauh berbeda dengan artian salaf yang sesungguhnya, namun terkadang juga tidak sedikit dari orang awam yang kurang memahami tentang artian yang sesungguhnya memaknainya sedikit berlebihan, atau hanya memahami tentang pesantren salaf saja. Sehingga memandang bahwa pesantren-pesantrean kekinian yang dibingkis dalam pesantren modern itu kurang baik dianggapnya. 
Pesantren modern merupakan anti-tesa dari pesantren salaf, yang disebut juga dengan pesantren kholaf (modern) sebagai akronim dari salaf atau ashiriyah. Ciri khas kulturar dalam pesantren modern sistemnya mirip dengan sistem militer, santri senior lebih mendominasi. Kekerasan menjadi budaya dalam memberi sanksi pada santri. Memang benar adanya jika dibandingkan dengan pesantren salaf, sopan satun kurang ditekankan, setidaknya memnurut standar pesantren salaf yang dalam hal ini sopan santun memang sangat ditekankan. Namun dalam kedisiplinan, pesantren modern bisa dilihat lebih disiplin dan lebih agresif. Dengan adanya sanksi di berbagai hal, demikian dapat menumbuhkan tingkat kedisiplinan yang lebih serius lagi, semisal ketika ada seorang santri yang berani melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pengurus pesantren, maka santri tersebut akan mendapatkan sanksi dari pihak pesantren yang bisa berupa denda dan lain-lain. 
Namun ketika ditilik dari berbagai sisi lain yang lebih mendasar, sama halnya dengan pesantren salaf, ada pula materi-materi Islamiyah yang diajarkan pada santri. Hanya saja tidak mendasar seperti pesantren salaf pada umumnya. Di pesantren modern materi yang diajarkan lebih umum, dan yang diajarkan hanya katakanlah sekedar teori saja, berbeda dengan pesantren salaf yang juga mengajarkan praktek secara langsung. Sehingga perbedaan yang didapat antar keduanya memang sangat mencolok, hasilnya terhadap santri ialah banyak dari mereka yang pintar berbahasa Arab percakapan tapi kurang dalam penguasaan literatur kitab kuning karya para ulama salaf, kemampuan membaca kitab gundul kurang, juga kemampuan dalam memahami Al-Quran dan tafsirnya kurang. 
Dari uraian diatas sudah sangat menjelaskan bahwasanya antara kedua jenis pesantren sama-sama unggul dalam kultural yang ada dalam kedua belah pihak, hanya saja ada beberapa perbedaan yang begitu mendasar terkait kegiatan ataupun keseharian yang diajarkan pada santri. Dan dari perbedaan-perbedaan yang ada itulah memnyebabkan sedikit kerancuan dalam anggapan berbagai masyarakat yang terbilang awam. Mereka beranggapan bahwasanya pesantren salaf yang sistemnya lebih unggullah yang harus lebih diprioritaskan untuk dijadikan tempat mengabdi, tidak pada pesantren modern yang sistem pembelajaran tidak begitu kental tentang keilmuan agamanya. Jika kita amati lagi tentang sistemnya, benar memang pesantren salaf lebih memprioritaskan agama dalam lingkupnya, namun bukan berarti pesantren modern yang didalamnya juga berkultural Islamiyah menjadi tersisihkan, karena antara kedua pesantren tersebut sama-sama memiliki sistem yang sesuai dengan tujuan mengapa mendirikan pesantren tersebut. Menurut saya, sah-sah saja pesantren modern juga memberi materi ajar mengenai materi umum, karna disana santri akan dapat mengkombinasikan antara pengetahuan agama yang didapat dengan pengetahuan yang juga ia terima dalam pesantren tersebut. Saat ini, umumnya pesantren yang dulunya salaf murni sudah beradaptasi dan mengkombinasikannya dengan sistem modern dalam arti adalah pendidikan formal, dan sistem pembelajaran bahasa Arab atau Inggris disamping pendidikan kitab kuning. Beberapa pesantren kombinasi ini ada yang berhasil tetap mempertahankan sistem salafnya yakni kemampuan membaca kitab kuning, namun tidak sedikit yang kalah pada sistem modernnya dimana santri hanya bisa berbicara bahasa Arab, tetapi kesulitan memahami kitab gundul. Hal demikian dapat menjadi acuan kita bahwa pesantren antara kedua belah pihak sama-sama memiliki nilai positif tersendiri, tinggal bagaimana cara kita beradaptasi dengan menerima pembelajaran dengan baik didalamnya. Juga bagaimana cara kita mengimplementasikan hasil yang didapat dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.  


Diberdayakan oleh Blogger.