Mantan Penghuni Penjara Suci Juga Cinta NKRI
IKMPB OPINI : Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat murid belajar mengaji. Di dalam pesantren terdapat kompenen yang tak bisa dipisahkan yakni antara kyai, santri, pondok, masjid dan juga pengajaran ilmu-ilmu agama.
Sistem pengajaran di pesantren lebih banyak mengarah pada pengajaran yang bersifat klasik walaupun ada yang bersifat modern, namun pesantren itu terkenal dengan sistem pengajaran yang tradisional. Banyak orang beranggapan bahwa seorang santri itu tidak gaul, namun realitanya predikat santri merupakan julukan kehormatan, karena gelar santri bukan semata mata sebagai pelajar atau siswa, tetapi karena ia memiliki akhlak yang berlainan dengan orang awam di sekelilingnya. Tidak hanya itu sebagai obyek pendidikan santri memiliki peran penting bagi diri sendiri, teman dan sekelompok orang terlebih untuk negaranya. Seperti terbiasanya disiplin, amar ma’ruf nahi mungkar, silaturrahim atau persaudaraan juga hubungan yang baik antara santri dengan masyrakat pada umumnya. Karena semua kebaikan dan sifat baik yang ia miliki berasal dari bimbingan atau gembelan para kyai.
Seorang santri memiliki peran tersendiri dalam mencintai negaranya. Salah satu contoh ia berperan dalam pengembangan masyarakat seperti pemberdayaan jamaah dibidang ekonomi dengan program revolving-fun, pendamping kelompok tani penerima dana JPS, santunan kepada anak yatim, pelayanan pengajaran pada majelis ta’lim, pengembangan ternak domba di masyarakat lingkar pesantren, pembinaan masyarakat desa hutan dan memberikan konsultasi agribisnis. Selain hal tersebut di atas masih banyak yang lainnya. Juga tak jarang bahwa dari lulusan pesantren banyak menoreh kesuksesan.
Pesantren memiliki peran penting dalam perjalanan bangsa ini. Di era pra-kemerdekaan, peran pesantren sangat menonjol. Para alumni pesantren seperti HOS Cokroaminoto pendiri gerakan Syarikat Islam, KH Ahmad Mansur, KH Hasyim Asari, KH Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo dan KH Kahar Muzakkir merupakan guru besar bangsa , tempat merujuk segala persoalan di masyarakat.
Konsep nasionalisme yang lazim ditumbuhkan di kalangan pesantren adalah keharusan mencintai tanah air dan bangsa, serta mencintai sesama muslim dari dalam dan luar negeri juga keharusan mencintai sesama manusia. Para santri yang telah keluar dan berada kembali di tempat asalnya, umumnya memiliki orientasi nasionalisme dalam pengertian di atas.
Tidak mengherankan jika para santri begitu responsif terhadap kehadiran suatu organisasi islam yang bertaraf nasional. Sebaliknya jarang para santri mempelopori atau memasuki organisasi pergerakan yang berdasarkan kesukuan. Beberapa organisasi islam tingkat nasional yang dipelopori oleh kaum santri antara lain Sarekat dagang Islam, PSII, Muhammadiyah, Persatuan Islam, NU dan beberapa politik islam yang lainnya. Hal ini membuktikan bahwa dalam kalangan pesantren dengan sistem asramanya dan sifatnya yang demokratis (siapa saja boleh memasukinya, bangsawan, rakyat jelata, petani pedagang dan sebagainya) telah mengambil peranan dalam menciptakan rasa persatuan dan kesadaran berbangsa.
Faktor tersebut di atas di perkuat oleh faktor nilai-nilai yang terdapat dalam pesantren. Nilai-nilai bersumber dari ajaran islam telah membentuk watak para santri dan menimbulkan sikap mempererat persaudaraan di kalangan muslim Indonesia, kepekaan terhadap harga diri sebagai bangsa, dan kepekaan terhadap ketidakadilan kaum penjajah terhadap bangsa Indonesia yang telah menimbulkan sikap nonkoperatif yang mendalam.
Cliffrod Geertz dalam bukunya islam Observed Religious Development in Marocco and Indonesia (1983), antara lain menyatakan bahwa perkembangan pesantren selain mengajarkan pembaharaun islam dengan membersihkan umat lain dari pengaruh adat, juga mengakibatkan terwujudnya kelompok baru antara ulama santri dan pedagang. Kelompok ini tidak hanya anti adat tetapi juga anti imperialis.
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Abdurrahman Masud. Menurutnya, meskipun pesantren lebih berfungsi sebagai Cultural and Educational Institusion, dengan melanjutkan tradisi walisongo, daripada institusi politisi, namun hubungan antara kedua elemen tersebut selalu tidak dapat dipisahkan. Penting diingat bahwa masyarakat pesantren dalam menjalin kerjasama dengan sultan yang saleh melawan kaum imperial dan kolonial harus lebih dilihat sebagai suatu komunitas yang diilhami oleh pemimpin religius mereka yang efektif daripada sebagai sebuah institusi.
Dengan munculnya tokoh-tokoh santri dalam menandatangani Piagam Jakarta cukup membuktikan betapa kalangan pesantren mempunyai andil yang tidak sedikit dalam kebangkitan nasional dan perjuangan kemerdekaan. Jadi dalam periode kemerdekaan para santri dan kyai tidak sedikit memegang peranan dalam medan pertempuran dan mengobarkan semangat rakyat bersama kekuatan-kekuatan yang lain.
Sesudah kemerdekaan alumni-alumni pesantren terus memainkan peranannya dalam mengisi kemerdekaan. Moh Rosyidi adalah Menteri Agama RI pertama, Mohammad Natsir alumni peantren Persis pernah menjadi perdana menteri KH Wahid Hasyim KH Kahar Muzakkiir merupakanj panitia PPKI dan masih banyak yang lainnya. Singkatnya, di awal-awal kemerdekaan RI para kyai dan alumni pesantren berpartisipasi hampir di setiap lini perjuangan bangsa. Perlu dicatat bahwa jabatan-jabatan itu bukan diraih untuk tujuan politik sesaat, tetapi untuk membela dan memperjuangkan agama, negara dan bangsa.
Eksistensi pesantren juga berlangsung hingga era globalisasi tentunya hal secara historis dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat itu. Pendorong pertumbuhan pesantren dan tetap bertahannya lembaga ini di tengah masyarakat Indonesia salah satunya yakni dalam lingkungan pesantren ditanamkan semangat anti penjajah dan mengumandangkan semboyan Hubb Al Wathan min Al Iman (cinta tanaha air merupakan bagian dari iman).
Terdapat faktor penting sekaligus menjadi karakteristik pesantren yakni pembinaan akhlak al karimah. Maka dari itu secara umum tujuan pendidikan dan pembelajaran di pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, bermanfaat untuk orang lain dan menjadi abdi masyarakat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah yang mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama dan menegakkan islam. Selain itu mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia, yaitu kepribadian yang muhsin bukan sekedar muslim. Jadi untuk para santri di seluruh tanah air tetap banggalah menjadi santri yang mencintai negeri dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat pribumi. (Yulia Ayu Wulandari)
Kirim Komentar