PENDIDIKAN DARI IDEAL MENUJU INDUSTRIALISASI
IKMPB OPINI : Saya merasa bangga melihat fenomena pendidikan di Negara ini begitu berkembang, transformasi dijadikan sebagai ujung tombak untuk melakukan rekonstruksi pendidikan. Namun pada waktu yang bersamaan batin saya menjerit, menangis tak kuasa menahan keangkuhan yang merajalela di negeriku tercinta. Kekerasan, manipulasi, diktator, mafia dan pemangku keadilan yang sewana-wena, tanpaknya sudah menjadi sarapan pagi menjelang diawal hari, entah dari mana datangnya. Siapa yang salah. Namun terlepas dari itu ada sisi yang perlu kita kajin ulang dalam tatanan struktur masyarakat, ia adalah sesuatu yang dipercaya mempu menyulap manusia yang tidak baik menjadi baik, yang tak beretika menjadi beretika, yang egois menjadi tidak egois serta yang pemarah menjadi pemaaf. Dia adalah PENDIDIKAN
Pendidikan adalah sebuah sarana memanusiakan manusia, menciptakan, membimbing, memberikan jalan manusia untuk menuju manusia yang sejati, pada umumnya pendidikan sudah dipercaya oleh elemen masyarakat sebagai sebuah kegiatan yang sakral, yang serat dengan kebajikan-kebajikan, yang netral, berdiri sendiri, mempunyai misi yang begitu mulia. Namun kenapa dewasa ini pendidikan secara tidak sadar tengah menghasilkan produk-produk manusia yang serat dengan kepentingan, ambisi, egosentris, individual, dll. Lalu dimanakah letak kesalahannya?
Pada dasawarsa abad ke-21 pendidikan telah banyak menghasilkan produk-produk unggulan dibidang industrialisasi, pendidikan merupakan reproduksi dari system kapitalis, Samuel Bowels seperti yang dikutip oleh Mansur Fakih dalam Artikelnya ideology dalam pendidikan. Pernyataan ini jauh bersebrangan dengan ide moral dari pendidikan. Bahwa pendidikan merupakan aktifitas untuk menghasilkan manusia yang bijak, insan kamil. Serta responsive dengan keadaan.
Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan secara umum dapat dinilai dari out-put-nya, yakni orang-orang sebagai produk pendidikan. Bila pendidikan menghasilkan orang-orang yang dapat bertanggung jawab pada tugas-tugas kehidupannya terutama tugas ketuhanannya, bertindak lebih bermanfaat untuk sekitar, maka pendidikan itu bisa dikatakan sukses. Akan tetapi sebaliknya jika pendidikan hanya bisa menghasilkan produk-produk yang tidak bertanggung jawab atas tugas-tugas kehidupannya maka pendidikan itu secara tidak langsung tengah mengalami kegagalan atau distorsi intelektual.
Kalau kita melihat fenomena yang terjadi pendidikan tidak serta merta dijadikan kambing hitam atas kegagalan-kegagalan dalam struktur masyarakat, ada banyak factor yang mempengaruhi salah satunya ialah globalisasi. Globalisasi adalah sebuah tren yang sangat mendunia, tren yang secara meluas menghilangkan skat-skat yang ada, dimana tak ada lagi keterasingan, ketinggalan informasi, bahkan globalisasi mampu menciptakan sebuah paradikma yang hebat yang itupun berdampak sangat besar pada dunia pendidikan.
Dewasa ini tanpaknya pendidikan yang mempunyai ide moral yang sangat mulia, memiliki tantangan yang sangat besar, pendidikan di tuntut mampu menjadi penjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang begitu komplek. Sebuah pekerjaan yang sangat berat ketika semua persoalan yang terjadi dalam lapisan masyarakat dinisbatkan dan dipercaya bahwa pendidikanlah yang mampu menjawab itu semua. Dalam hal ini tampaknya pendidikan harus mempunyai wajah ganda. Disatu sisi pendidikan harus mampu melegitimasi atau melanggengkan system dan struktur sosial yang ada dan disisi lain pendidikan mampu berperan kritis dalam melakukan prubahan sosial dan transfosmasi menuju dunia yang lebih adil.
Kompleksitas masyarakat serta merasuknya arus globalisasi dalam dunai pendidikan secara sadar harus direspon dengan baik oleh praktisi-praktisi pendidikan, dunia pendidikan seakan dituntut untuk selalu melakukan perubahan serta pembenahan baik dari metode, strategi terlebih-lebih dalam Hal ideology pendidikan, sehingga nanti pendidikan mampu menjawab problematika yang terjadi dalam masyarakat
Pendidikan dan arus globalisasi
Menurut Mansur fakih, globalisasi dimaknia sebagai formasi sosial untuk pengintegrasian ekonomi bangsa-bangsa kedalam suatu system ekonomi kapitalis, yang diyakini sebagai suatu mobilitas ekonomi yang dirancang mulai zaman kolonialisme, terdapat tiga stegmen yang perlu digaris bawahi dalam pengertian ini yaitu: formasi sosial, integrasi ekonomi sosial, dan system ekonomi kapitalisme global. Sebagai formasi sosial sengaja dibentuk dengan melibatkan system-sistem sosial, ekonomi, budaya, politik, ideology terlebih-lebih dalam tatanan pengetahuan. Formasi ini memang sengaja dibentuk dalam kerangka mengkooprasi, mendominasi dan menghegomoni system tatanan sosial masyarakat. Target pertama adalah materialisme dan ekonomi yang berpihak pada kepentingan kapitalis barat.
Kehadiran dan wujud dari globalisasi tak bisa dihindari ataupun ditolak dalam struktur lapisan masyarakat. Globalisasi sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di tengah tatanan masyarakat, Globalisasi dengan Masyarakat modern bagaikan dua sisi mata uang yang satu sama lain berterkaitan. Maka dari itu, kehadirannya adalah sebuah keniscayaan.
Meski demikian kehadiran globalisasi dalam struktur lapisan masyarakat tidak serta merta membawa dampak positif bagi kehidupan, melainkan butuh dikritisi dalam menyongsong mobilitas yang positif ditengah kehidupan Manusia. Secara eksplisist globalisasi memang banyak menimbulkan kebaikan serta membantu masyarakat dalam menyelesaikan problematika kehidupan, namun diwaktu yang bersamaan globalisasi telah menimbulkan dan melahirkan sebuah dogmatis atau paradikma baru yang membawa manusia kepada jalan kehancuran. Libralisme serta kolonialisme secara sadar tengah dilahirkan kembali ditengah arus globalisasi. sehingga semua itu berdampak kepada lapisan masyarakat yang pragmatis terlebih-lebih dalam dunia pendidikan
Posisi manusia di dalam menghadapi krisis global dapat mengambil tiga bentuk sebagaimana yang di kutip oleh H.A.R. tilaar dalam bukunya:
Pertama : dia hanyut di dalam perubahan global menuju keniscayaan, artinya gelombang globalisasi dapat bersifat anonim dan dikendalikan oleh kelompok besar. Globalisasi tengah menghasilkan berbagai bentuk liberalisme baik dalam segi ekonomi, politik maupun pendidikan. Kehidupan manusia dari semua aspek tanpak dikuasai oleh dunia materialisme, paradikma yang dibangun tengah bergeser pada ketentuan untuk apa, siapa dan bagaimana.
Pandangan yang ikut-ikutan ini akan menimbulkan hilangnya identitas individual, kelompok, negara dan budaya. Sehingga yang ada hanya homogenisasi kehidupan atau menurut santos kehidupan yang dikuasai oleh logika monokultural.
Kedua: menolat akan hadirnya globalisasi. Bahkan dalam sakte ini segala bentuk globalisasi di tentang dan diharamkan untuk digunakan. Posisi ini beranggapan bahwa arus globalisasi sangatlah berbahaya dan perlu dihindari terlebih di hilangakn akan adanya globalisasi, sehingga bentuk-bentuk perlawanan adalah jalan menuju tegaknya sandi-sandi kehidupan. Maka dari itu tidak heran jika muncul aliran-aliran seperti fundamintalisme, terorisme dan resisme. Semua itu adalah upaya untuk menjauhkan arus globalisasi dari tatanan lapisan masyarakat dalam skala besar.
Posisi yang ketiga: melihat arus globalisasi yang melanda adalah sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari. Artinya globalisasi adalah sebuah sistem yang inklud di dalam struktur lapisan masyarakat di dunia. Oleh sebab itu kehadiran globalisasi tidak bisa di hindari kita harus menerima sebuah kenyataan tentang globalisasi. Akan tetapi bukan lantaran kita ikut terjebak dalam arus globalisasi melainkan mengambil sikap yang kritis dalam menganalisa kebijakan-kebijakan sehingga Hak kita, karakter kita. Identitas kita tidak hilang dengan sengaja.
Pendidikan dewasa ini secara sadar tengah menghasilkan manusia-manusia yang pro denganan liberalisme, kapitalisme serta individualisme. pendidikan tengah memepunyai wajah baru dalam strukrtur lapisan masyarakat. Pendidikan dijadikan alat investasi bagi masyarakat. Paradikma pendidikan yang awalanya bertujuan mencetak insan kamil atau memanusiakan manusia telah bergesar menjadi investatasi penunjang kebahagiaan dimasa depan. Sehingga konsep ideal yang berada dalam dunia pendidikan menjadi kabur.
Melihat fenomena pendidikan dewasa ini maka jelas kiranya apabila pendidikan hanya berkutak pada ranah intelektual kapital bukan kepada rana spiritual ataupun emosional. Sehingga jangan heran ketika pendidikan tengah menghasilkan manusia-manusia yang liberal. Capital maupun colonial. Semua itu dimulai dari perubahan paradikma yang awalnya ideal menjadi industrialisasi.(suryadi)
Kirim Komentar