Dilematis ikon, Antara Kota Tape atau Republik Kopi



                          Kopi (kiri) & Tape (kanan) 
           
          (5/7) Bondowoso yang diklaim sebagai kota sejuk bagi kebanyakan orang memang tak terelakkan, terlepas dari rimbunnya pepohonan didaerah ini yang ditopang dengan keindahan alamnya menjadi nilai tambah bagi kota yang tidak memiliki garis pantai tersebut.

     Siapa sangka dibalik dengan segala potensi alamnya yang menjajikan, tidak berbanding lurus dengan gairah birokrasi sebagai ujung tombak pesatnya kemajuan daerah dalam  meningkatkan segala potensinyabanyak dipandang sinis oleh warganya sendiri yg "mungkin" sudah dianggap apatis terhadapkesejahteraan mereka demi kesenangan pribadi atau suatu golongan.

       Ketika Bondowoso mendeklarasikan diri sebagai 'KOTA TAPE' diawal 70-an memang selaras dengan melimpahnya hasil pertanian yg menjadi bahan pokok makanan khas Bondowoso ini yaitu singkong, tanpa mengabaikan hasil tani atau perkebunan lainnya yang juga terdapat diseantero kota ini.

      Kota tape sudah tersemat jika kita berada diwilayah lain lalu menampilkan makanan khas tersebut, pasti orang luar tersebut spontan klaim kita orang Bondowoso, yang memang tepat kota ini terkenal tapenya terlepas bagaimana kesejahteraan 'Aktor' yang selalu membuat makanan khas ini selalu jadi IKON yang tetap lestari entah petani singkong, pengrajin tape sampai distributor yang masih getol eksport ke luar daerah luar kotaapakah sudah mendapat perhatian serius yang selalu  terpikir dibenak kita.



         Ketika baru-baru ini Salah satu potensi perkebunan Bondowoso mulai dilirik masyarakat luas, pemerintah daerah dan  BI Jember jor-joran membina seluruh aspek potensi ini, Kopi Arabika namanya yang merupakan salah satu kopi terbaik didunia yang berada di Bondowoso,namun hal ini diangkat pemerintah banyak menuai kontra warga dengan berbagai asumsi, mulai dari hanya bisa dinikmati kelompok tertentu, berpotensi merusak hutan lindung jika perkebunan diperluas sampai alasan pengrajin tape makin terasingkan dengan naiknya progres kopi Bondowoso yang akan berdampak hilangnya identitas leluhur kota ini.

     Bukan tanpa alasan banyak kritikan mengalir deras dengan munculnya slogan baru 'Bondowoso Republik Kopi' ini, karena jauh-jauh hari sebelum itu ada sebutan kota tape yang tetap jadi identitas lalu diikuti dengan sebutan kota pensiun, kota kembang yang sama-sama hilang dari peredaran sebutan tersebut tanpa ada gairah untukmengangkat kembali keragaman ikon tersebut seperti halnya Jogja yang tetap dengan beragam sebutan yang selalu lestari mulai dari kota pelajar, kota gudeg, kota seniman, kota angkringan yang semua julukan seakan menunjukkan identitas kota tersebut namun sayang tidak berlaku untuk Bondowoso yang sebetulnya juga kaya potensi namun tidak ada"Sinergi" yang kuat dalam mewujudkan kesejahteraan menyeluruh dikota yang Krisis ini.(Sugianto/gik emyu)


Diberdayakan oleh Blogger.