Problem MEA Dan Tantangan Pemuda Indonesia


Problem MEA Dan Tantangan Pemuda Indonesia


Oleh  : Siti Alfiah (BK)


*Buletin Kritis, Bondowoso*. OPINI- Masyarakat ekonomi ASEAN atau yang lebih dikenal dengan sebutan nama MEA merupakan perdagangan bebas atau kerjasama perdagangan yang dilakukan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Negara Indonesia merupakan salah satu inisiator pembentukan MEA dalam deklarasi ASEAN Concord II pada tanggal 7 Oktober 2003 di pulau Bali para pemimpin dan Petinggi-petinggi ASEAN mendeklarasikan diri bahwa pembentukan MEA akan dimulai pada tahun 2015.

Tidak sedikit langkah yang diambil oleh presiden SBY untuk mengikuti perjanjian MEA dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) 11 pada tahun 2015 di kota Kuala Lumpur Malaysia, walau pun pada awalnya pembentunkan tersebut menuai sebuah pro dan kontra dari berbagai kalangan bangsa Indonesia.

pada dasarnya langkah yang diambil oleh pemerintah semata-mata untuk meningkatkan potensi SDM Indonesia dalam kancah Negara yang ada dikawasan Asia Tenggara.

Tujuan dari pembentukan Komunitas ASEAN merupakan bagian dari upaya untuk lebih mempererat integrasi Negara-negara  yang tergabung dalam organisasi kenegaraan organisasi Asia Tenggara. Selain itu merupakan upaya evolutif untuk menyesuaikan cara pandang agar lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak pada seluruh kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama kebangsaan. Di antaranya yaitu adanya saling menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (Non-Interfence), dialog, dan konsultasi.

Komunitas ASEAN memiliki platform nilai yang terdiri dari tiga pilar yang termasuk di dalamnya adanya kesepakatan kerjasama di bidang ekonomi, adanya Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Comunity/ASC), adanya Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Sosio-Cultural Community/ASCC).

Jika melihat dari tujuan dibentuknya MEA tentu kita akan memberikan antusias tinggi demi kemajuan Indonesia, karena MEA juga memiliki tujuan untuk meningkatkan stabilitas  perekonomi serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara, maka dengan adanya tujuan ini, kita akan berfikir bahwa MEA juga berdampak positif bagi negara Indonesia, seperti memasarkan produk-produk Indonesia pada Negara-negara yang ada didalam wilayah teretorial Asia tenggara, seperti memudahkan penanaman modal asing, mendapatkan pekerjaan dengan mudah sehingga pengangguran dapat ditekan dan berkurang, menumbuhkan inovatif yang tinggi dan memiliki daya saing yang kuat, meningkatkan kreatifitas anak bangsa dan tentu memperbaiki perekonomian Indonesia dengan terpenuhinya kebutuhan negara tanpa sedikit pun ada tabir untuk melakukan sebuah transaksi jual beli antar negara.

Besar harapannya bahwa adanya MEA sebagai generasi muda tidak boleh terlalu bersenang-senang dan beruforia  karena dibalik hal-hal yang positif tentu ada pula dapat negatif.

Melihat dampak positif dengan adannya MEA yang didalamnya Indonesia juga termasuk, pemuda harus bekerja keras berfikir menuangkan segala inovasi, kreatifitas, dan menjadi generasi yang inspiratif untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa agar tidak terseret pada arus budaya yang negatif akibat dampak buruk MEA.

Hal-hal yang patut kita khawatirkan adalah lunturnya budaya asli bangsa Indonesia, yakni dengan mudahnya semua produk budaya Asia Tenggara masuk ke negara kita. Selain itu masuknya produk luar nageri juga berakibat pada produk-produk lokal dan tradisonal (UKM) justru terancam, bisa saja pelaku ekonomi loka akan gulung tikar jika tidak dapat bersaing dengan produk yang berasal dari negara Asia Tenggara lainnya.

Selain itu dampak negatif lainnya adalah rakyat kecil menjadi sasaran  eksploitasi karena mendorong hilangnya akses rakyat terhadap sumber daya alam dan tingginya angka kemiskinan di pedesaan, sumber kekayaan Indonesia akan dikuras habis oleh pihak asing baik dilaut dan didarat baik sektor pertanian, perkebunan, dan perhutanan. Di akui atau tidak dibidang pangan terdapat problem tanaman pangan yang cenderung menurun sejak tahun 2011.

Zulfikar, Ph.D Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kerjasama Universitas Jember pernah mengatakan bahwa ada empat pilar yang menjadi tantangan SDM dalam membangun daya tahan dan daya saing bangsa, diantaranya yaitu :

Pertama, ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang beraliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja terdidik dan modal yang lebih bebas.

Kedua, ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) dan Itegrasi ASEAN untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.

Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi regulasi kompetisi dengan adanya perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce.

Keempat, ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global melalui pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan peningkatan peran serta dalam jejaring produksi global.

Jika melihat ke empat pilar tersebut, tentu hal ini butuh persiapan yang matang dari segala aspek untuk meningkatkan SDM bangsa Indonesia agar tetap bisa bersaing serta unggul dalam persaingan MEA. Sebagai pemerintah tentu harus mempersiapkan segala strategi untuk negara agar tidak mengalami kekalahan dalam bersaing dengan negara tetangga, walau pun sudah adanya banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi MEA  diantaranya
Bidang pendidikan, dimana pemerintah dituntut untuk meningkatkan dan menekankan kualitas peningkatan SDM melalui pendidikan berkarakter seperti Pendidikan Kurikulum 2013 atau yang kerap dikenal dengan sebutan K-13.

Program ACI (Aku Cinta Indonesia),
ACI merupakan salah satu gerakan ‘Nation Branding’ bagian dari pengembangan ekonomi kreatif yang termasuk dalam Inpres No.6 Tahun 2009 dan berisi program ekonomi kreatif bagi 27 Kementrian Negara dan Pemda, gerakan ini sendiri masih berjalan sampai sekarang dalam bentuk kampanye nasional yang terus berjalan dalam berbagai produk dalam negeri seperti busana, aksesoris, entertainment, dan pariwisata (Red  kebijakan Kemendag RI : 2009:17).

Dalam bidang Perindustrian, pemerintah membuat strategi ofensif yang dimaksud meliputi penyiapan produk-produk unggulan dan strategi defensive yang dilakukan melalui penyusunan standar nasional Indonesia untuk produk-produk manufaktur. Hal ini sebenarnya sudah menjadi tugas pemerintah dan direspon oleh pemuda untuk membawa negara Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan maju, bermartabat, dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Banyak cara untuk melakukan sesuatu yang terbaik untuk bangsa dan negara  khususnya sebagai generasi muda  tentunya harus berfikir kreatif, inovatif dan inspiratif bagi semua kalangan, selain itu sebagai pemuda harus mampu menjadi magnet dayatarik untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan.

Maka dengan adanya MEA tentu daya saing akan semakin ketat dan pemuda harus mampu mempertahankan nilai-nilai budaya dan mampu membuat produk-produk Indonesia untuk meraih Branding dan nilai tawar di Kancah Negara-negara yang tergabung didalam ASEAN.

Mahasiswa sebagai generasi muda harus menumbuhkan rasa cinta tanah air,   terhadap produk-produk dalam negeri dan meningkatkan nilai tawar hasil karya anak bangsa, dengan cara ini lah kita bisa mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal negara Indonesia agar tidak terbawa arus negatif MEA.

Pemahaman mengenai kearifan lokal sangat penting dimiliki oleh setiap bangsa Indonesia, sehingga budaya asing tidak akan mengalahkan dan menggantikan budaya lokal yang sudah sejak dahulu ada dan dimilikinya.
Diberdayakan oleh Blogger.