JALAN DEMOKRASI SANTRI

JALAN DEMOKRASI SANTRI
Oleh :Dasuki, Af

   Mengamati jalan menuju Puncak PILKADA serentak Jawa Timur 27 Juni 2018 sungguh mengasikkan, Beberapa daerah itu termasuk provinsi Jatim sendiri diisi oleh kalangan Santri baik sebagai calon kepala daerah maupun wakilnya. Ini pertanda Jatim Surplus kandidat pemimpin dari kalangan Santri. Jatim sebagai kota santri terutama wilayah Pantura dan Madura, untuk Afiliasi politiknya lebih banyak pada  Partai Hijau yg didirikan oleh Ulama, meski Santri juga banyak yg bergabung dengan partai Merah atau Nasionalis. Sementara untuk ponsel (Pantai Selatan) afiliasi politik Santri banyak berpartisipasi pada partai Merah meski tidak seluruhnya.Artinya tensi bahkan syahwat politik Santri cukup tinggi diwilayah Jawa Timur baik Pantura dan Pansel. 
   Ada Pemandangan yg Wah, bila keliling-keliling ke berbagai daerah di Jawa Timur terutama dipinggir-pinggir Jalan, terpampang foto calon bersama simbol-simbol yg akrab dimata santri seperti Foto kyai, kata-kata Ulama'dan kata-kata yg Islami.Begitu juga Manuver politik banyak di  komandoi langsung oleh para kyai-kyai Besar di Jawa Timur baik pada Paslon NO. 1, 2 dan 3, bahkan beberapa pesantren mengeluarkan maklumat untuk para santri dan Alumninya. Gerak politik semacam ini menampilkan jalan demokrasi yg berbeda dengan demokrasi di Barat. Jawa Timur mampu mengelaborasi dan mengawinkan demokrasi dengan adat santri. Santri sangat intensif turun gunung untuk menyelamatkan demokrasi yg selama ini menjadi ajang urakan yg kurang menteduhkan, bisa dilihat hiburan-hiburan kampanye, tidak lagi identik Goyang Bokong dangdut, orasi dan urak'an,namun kampanye atau apapun bentuknya banyak berisi Tausiyah-tausiyah, Istighosah dan ketuk pintu langit lainnya.suatu Hal yg positif bisa diambil dari jalan berdemokrasi ala santri. 
   Politik Bagi santri tidak begitu asing karena sejak pra kemerdekaan santri sudah berada di Garda depan dalam membangun dinamika politik melawan kolonialisme, hanya saja pada rezim orba vitalitas politik santri habis dipasung oleh penguasa otoriter, baru sejak reformasi menjadi tonggak santri berada di panggung politik.Namun tantangan besar bagi santri untuk berkontribusi besar membangun politik sebagaimana Muhaimin Iskandar Bilang politik RAHMATAN LILALAMIN. Jadi ini menjadi tesa bagi seluruh sistem politik yg ada dari Top-Down tatkala yg menjadi pemimpin adalah seorang santri,apa bedanya bila santri atau bukan santri yg jadi pemimpin, ini beban Berat bagi santri berpacu dengan prestasi yg ada, mengingat banyak calon dan kepala daerah saat ini terindikasi korupsi bahkan sudah ada yg didalam jeruji. Selama ini santri masih bertengger dalam menjaga amanah dan kejujuran, belum banyak deretan para santri yg berprestasi, Prestasi santri masih  diwakili oleh Azwar Anas Bupati Banyuwangi yg sudah Go Internasional.mudah-mudahan pilkada 2018 banyak melahirkan sosok santri pemimpin yg sekelas bahkan lebih dari Azwar Anas,baik dalam menjaga marwah agama, kebijakan yg populis dan terobosan-trobosan inovatif dalam mengangkat potensi daerah. 
   Jalan Demokrasi santri memang berbeda, meski para tokoh termasuk para kyai terpolarisasi pada masing-masing Paslon, namun semoga Santri tetap menjaga S (sopan), A (Ajeg), N (Nasehat),T (Taqwallah), R (Ridallah), I (Ikhlas) dalam berdemokrasi, sehingga santri berpolitik tetap membawa Baju agama dan tidak menggunakan agama sebagai alat politik. Dan yg terpenting lagi bagi santri untuk ikut menghalau politik uang dari manapun asalnya, jangan sampai ijtihad politik santri dikotori oleh permainan Uang yg nyata-nyata musuh agama.Santri pantang lapar untuk mengembalikan jubah politik ke jalan yg benar. Jalan kebenaran memang pahit dan harus di lalui dengan hati yg lapang sebagaimana riyadhah para santri. Itulah jalan demokrasi santri yg harus dijaga, dilestarikan dan dikembangkan untuk berprestasi dalam membangun kebaikan vertikal-horizontal serta dunia dan akhirat. REFLEKSI, 23/6/2018
Diberdayakan oleh Blogger.