KAIN KAFAN DEMOKRASI

KAIN KAFAN DEMOKRASI


Oleh:Dasuki Af
     Menjelang pencoblosan pilkada serentak pada hari Rabu 27/6/2018 suhu politik semakin memanas.ada  171 daerah yg menyelenggarakan Pilkada, terbagi pada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Memang penyelenggara pemilu sudah memberlakukan hari tenang, namun di beberapa media sosial tensi kampanye semakin meningkat, apalagi perang Survey, tulisan dan perang gambar-gambar semakin Massif.Dulu perbincangan politik terlihat dimana-mana, diwarung-warung dan amperan rumah yg dibicarakan Ibu-ibu, bapak-bapak dan anak muda sambil ditemani rokok dan kopi, Saat ini ngerumpi politik sudah masuk kekotak kecil bernama android.Pengkondisian arah dukungan atau adu tikam kampanye secara terbuka terlihat di beberapa grup medsos.masing-masing individu baik sebagai Timses atau partisipan memposting ajakan,dukungan dan sebaliknya untuk Paslon tertentu, Sehingga sulit di bendung.di Medsos hari tenang menjelang pencoblosan sepertinya tidak berlaku karena masih rame bicara dukungan dan penggembosan politik. 
    Ruang medsos menjadi salah satu indikator dari bagaimana setiap orang berekspresi dalam politik, Suatu pemandangan yg jauh berbeda dengan fenomena sebelumnya yg masih nir tehnologi massa. Tapi ini kemajuan demokrasi yg bisa secara kuantitatif namun masih tertatih dalam membangun dinamika politik dan demokrasi yg berkualitas,tergantung tingkat kedewasaan individu dalam memahami konstlasi politik yg ada.Sebagai catatan hitam dalam demokrasi, masih kuatnya pengaruh Beras, Baju dan Uang untuk memengaruhi pemilih, sehingga debat terbuka di TV, peyampaian visi-misi dan kampanye itu semuanya mos-Pro alias buang buang tenaga, waktu, dan biaya saja. Money politik dan kawan kawannya telah mencidrai demokrasi, sehingga tidak salah bila orang baik banyak terperangkap oleh jerat setan politik yg berimplikasi pada merajalelanya praktik hitam dalam birokrasi baik Menjamurnya pungli, gratifikasi dan korupsi. 
   Demokrasi mungkin sudah hampir mati tatkala Pilkada dimanapun, masih menghalkan semua cara termasuk memfitnah dan membeli suara untuk sebuah kemenangan yg semu. Duri racun demokrasi telah menghancurkan suara rakyat-suara TUHAN (Vox Populi Vox Dei), suara tuhan itu dengan mudahnya di barter dg kepentingan sesaat, maka wajar bila dalam sejarahnya Raja Louis XIV dari Prancis (1643-1715), yang selalu berkata dengan pongahnya L’etat c’est moi, hukum itu adalah saya, Benar adanya karena sang tuhan sudah menjadi budak raja. 
   Demokrasi hanya tinggal Jasad tatkala ruh demokrasi diracun oleh para bandid politik.Sejatinya Pilkada menjadi arena Pertarungan nilai dan Gagasan kemajuan, kemaslahatan dan kesejahtraan tetapi menjadi ajang saling menjatuhkan. Tidak salah jika demokrasi diberbagai daerah sudah disiapkan kain Kafan dan kerandanya. Jalan gelap demokrasi pilkada sendiri dihancurkan oleh syahwat politik yg tinggi sehingga membabibuta menghalalkan semua cara untuk memenangkan duel politik, jika ini yg dipakai dalam momentum pilkada hari ini, maka rakyat kecillah yg cukup menderita karena dana pemilu juga berasal dari rakyat kecil untuk menghasilkan pemimpin yg amanah,Demokrasi jadi pepesan kosong bahkan mungkin benar teman sebelah itu yg sering bertirak sistem kafir pada demokrasi karena lemahnya pengawasan, pengusutan dan penindakan bagi pelaku curang dan politik uang dalam berdemokrasi. Saatnya pilkada 2018 bersih dari uang, baju dan beras untuk mengembalikan hakekat demokrasi sebagai pesta suara rakyat tampa ada para pengkhianat demokrasi,saatnya Pilkada 2018 menghasilkan pemimpin amanah dan berprestasi. Produktifitas Pilkada tergantung kita semua mari tolak politik SARA, uang, intervensi dan intimidasi, saatnya rakyat bersuara sepenuh Jiwa. REFLEKSI, 25/6/2018
Diberdayakan oleh Blogger.